Represi: Fondasi Psikopatologi dalam Perspektif Freudian
PsikologiRepresi: Fondasi Psikopatologi dalam Perspektif Freudian
“Yang ditindas dalam alam bawah sadar akan mencari jalan untuk kembali ke permukaan.” — Sigmund Freud
Emosi Yang Terpendam Bayu seorang anak kecil yang tumbuh dalam keluarga yang penuh aturan ketat. Setiap kali ia ingin menangis, orang tuanya berkata, “Jangan cengeng, kamu harus kuat!” Setiap kali ia marah, mereka memperingatkan, “Jangan kasar, anak baik tidak seperti itu.” Lama-kelamaan, anak itu belajar menyembunyikan emosinya. Ia tumbuh menjadi seseorang yang tampak tenang, bahkan dingin. Namun, suatu hari, dalam sebuah percakapan santai, kemarahan meledak tanpa sebab yang jelas. Ia sendiri tidak paham dari mana datangnya.
Mengenal Konsep Represi Sigmund Freud menyebut fenomena ini sebagai represi, mekanisme pertahanan psikologis yang menekan emosi atau pengalaman menyakitkan ke alam bawah sadar. Dalam teorinya, represi bukan sekadar "melupakan" sesuatu, tetapi lebih seperti menguncinya di ruang gelap pikiran. Masalahnya, yang ditekan tidak pernah benar-benar hilang. Ia mencari celah untuk keluar, melalui mimpi, Freudian slip , atau bahkan gangguan psikologis seperti kecemasan, fobia, dan histeria (psikosomatis).
Dalam psikopatologi Freudian, hampir semua bentuk gangguan mental berakar pada represi. Depresi bisa menjadi ekspresi dari kemarahan yang tidak tersalurkan. Gangguan obsesif-kompulsif mungkin adalah cara pikiran mengatur kecemasan yang tidak tertangani. Trauma masa kecil yang ditekan bisa muncul dalam bentuk disosiasi atau gangguan kepribadian.
Apa yang bisa dipelajari?
Apa yang dianggap sebagai "kepribadian tenang" bisa jadi adalah benteng dari luka yang tak tersentuh. Seseorang yang selalu ingin menyenangkan orang lain bisa jadi menyimpan ketakutan ditolak yang berasal dari pengalaman masa kecilnya. Bahkan seorang perfeksionis yang selalu ingin segalanya sempurna mungkin sedang berusaha mengendalikan sesuatu yang dulu terasa tak terkendali.
Kita sering mengira represi adalah solusi, padahal ia lebih menyerupai bom waktu. Emosi yang ditekan tidak akan hilang, hanya berubah bentuk. Mungkin menjadi rasa cemas yang tak beralasan, atau kemarahan yang meledak pada hal-hal sepele.
Bertanya Pada Diri
Pernahkah kita merasa marah tanpa tahu penyebabnya? Atau tiba-tiba menangis tanpa alasan yang jelas? Bisa jadi itu bukan sesuatu yang baru, hanya sesuatu yang lama sekali kita tekan.
Mungkin saatnya bertanya, Apa yang selama ini kita sembunyikan dari diri sendiri? Apa yang dulu tidak kita izinkan untuk dirasakan? Karena yang kita tolak untuk hadapi hari ini, bisa jadi akan mengendalikan kita di masa depan.
Kesadaran adalah langkah pertama. Keberanian untuk menghadapi diri sendiri adalah langkah berikutnya.
Lalu bagaimana jika kita masih memiliki emosi yang terpendam?
Jika Anda merasa terjebak dengan perasaan yang sulit dijelaskan atau bahkan mengganggu kehidupan sehari-hari, mungkin sudah saatnya untuk mencari bantuan dari tenaga profesional. Terapis atau konselor bisa membantu Anda menggali lebih dalam, mengidentifikasi, dan memproses emosi yang terpendam. Salah satu alternatif yang bisa Anda coba adalah hipnoterapi. Hipnoterapi adalah pendekatan yang efektif untuk mengatasi masalah psikologis, seperti kecemasan, trauma, dan masalah emosional lainnya, dengan menggali alam bawah sadar.
Jika tertarik, Anda bisa mengunjungi www.titiknolhipnoterapi.com untuk mempelajari lebih lanjut tentang layanan yang mereka tawarkan dan bagaimana hipnoterapi dapat membantu Anda.
Semoga bermanfaat dan Terima Kasih
Jakarta, 17 Maret 2025
PS
- Tulisan ini adalah hak kekayaan intelektual, jika mau dishare ulang pastikan menyertakan nama penulisnya.