Seorang Biksu Muda dan Perahu Kosong

Catatan

Seorang Biksu Muda dan Perahu Kosong: Sebuah Cerita Zen tentang Bagaimana Pemikiran Kita Menjadi Penyebab Penderitaan Kita

Dahulu kala, seorang biksu Zen muda tinggal di sebuah biara kecil di hutan dekat danau. Beberapa biksu senior menempati biara itu, sementara sisanya adalah pendatang baru yang masih banyak harus belajar. Para biksu memiliki banyak tugas. Salah satu bagian terpenting dari rutinitas harian mereka adalah ketika mereka harus duduk, menutup mata, dan bermeditasi dalam diam selama berjam-jam.

Setelah setiap meditasi, mereka harus melaporkan kemajuan mereka kepada mentor mereka. Seorang biksu muda kesulitan tetap fokus selama praktik meditasinya karena berbagai alasan, yang membuatnya sangat marah. Setelah biksu muda itu melaporkan kemajuannya kepada mentornya, sang tua bertanya dengan pelajaran tersembunyi:

"Apakah kamu tahu apa yang sebenarnya membuatmu marah?"

Biksu muda itu menjawab, "Nah, begitu saya menutup mata dan bermeditasi, seseorang mulai bergerak, dan saya tidak bisa fokus. Saya menjadi gelisah karena seseorang mengganggu saya meskipun mereka tahu saya sedang bermeditasi. Bagaimana mereka bisa tidak lebih memperhatikan? Dan kemudian, ketika saya menutup mata lagi dan mencoba fokus, seekor kucing atau hewan kecil mungkin menyentuh dan mengganggu saya lagi. Pada titik ini, bahkan ketika angin berhembus dan cabang pohon membuat suara, saya menjadi marah. Jika itu belum cukup, burung-burung terus berkicau, dan saya tidak bisa menemukan kedamaian di tempat ini."

Biksu tua itu hanya menunjukkan kepada muridnya, "Saya melihat bahwa Anda menjadi lebih marah dengan setiap gangguan yang Anda temui. Ini adalah kebalikan dari tujuan meditasi. Anda harus menemukan cara untuk tidak marah pada orang, hewan, atau apa pun di sekitar Anda yang mengganggu Anda selama tugas Anda."

Setelah konsultasi, biksu muda itu meninggalkan biara dan melihat-lihat untuk menemukan tempat yang lebih tenang agar dia bisa bermeditasi dengan damai. Dia menemukan tempat seperti itu di tepi danau terdekat. Dia membawa tikarnya, duduk, dan mulai bermeditasi. Tapi tidak lama kemudian, sekawanan burung mendarat di danau. Mendengar suara mereka, biksu itu membuka matanya dalam kemarahan.

Meskipun tepi danau lebih tenang dari biara, ada hal-hal yang masih mengganggu kedamaiannya, dan dia menjadi marah lagi. Namun meskipun dia tidak menemukan kedamaian yang dia cari, dia terus kembali ke danau. Kemudian suatu hari, biksu itu melihat sebuah perahu terikat di ujung dermaga kecil. "Mengapa saya tidak mengambil perahu itu, mendayungnya ke tengah danau, dan bermeditasi di sana?" pikirnya. "Di tengah danau, tidak akan ada yang mengganggu saya!" Dia mendayung perahu ke tengah danau dan mulai bermeditasi.

Seperti yang dia harapkan, tidak ada yang di tengah danau untuk mengganggunya, dan dia bisa bermeditasi sepanjang hari. Pada akhir hari, dia kembali ke biara. Ini berlanjut selama beberapa hari, dan biksu itu senang karena akhirnya menemukan tempat untuk bermeditasi dengan damai. Dia tidak merasa marah dan bisa melanjutkan praktik meditasinya dengan tenang.

Kemudian suatu hari, ketika biksu itu sedang bermeditasi di tengah danau, dia mendengar air beriak dan merasakan perahu bergoyang. Dia mulai kesal bahwa bahkan di tengah danau, seseorang mengganggunya.

Membuka matanya, dia melihat sebuah perahu menuju langsung ke arahnya. Dia berteriak, "Arahkan perahu Anda menjauh, atau Anda akan menabrak perahu saya!" Namun perahu lain terus datang langsung ke arahnya dan hanya beberapa kaki lagi. Dia berteriak lagi, tetapi tidak ada respons, dan perahu yang datang itu menabrak perahu biksu itu. Sekarang dia sangat marah. "Siapa kamu, dan mengapa kamu menabrak perahu saya di tengah danau yang luas ini?" dia berteriak. Tidak ada jawaban. Ini membuatnya semakin marah.

Dia berdiri untuk melihat siapa yang ada di perahu lain, dan dengan terkejut, dia menemukan tidak ada orang di perahu itu.

Perahu itu mungkin terlepas dan terbawa angin sampai menabrak perahu biksu itu. Itu hanya perahu kosong! Biksu itu merasa amarahnya mereda, karena tidak ada orang yang bisa dia marahi.

Pada saat itu, dia ingat pertanyaan mentornya: "Apakah kamu tahu apa yang sebenarnya membuatmu marah?" Sekarang dia tahu dia memiliki jawabannya. "Bukan orang lain, situasi, atau keadaan. Bukan perahu kosong tetapi reaksi saya terhadapnya yang menyebabkan kemarahan saya. Semua orang atau situasi yang membuat saya kesal seperti perahu kosong. Tanpa reaksi saya, mereka tidak memiliki kekuatan untuk membuat saya marah."

Kemudian biksu itu mendayung perahu kembali ke pantai. Dia kembali ke biara dan mulai bermeditasi bersama yang lain. Masih ada suara dan gangguan, tetapi dia memperlakukannya sebagai perahu kosong dan terus bermeditasi dengan damai. Ketika biksu tua melihat perbedaannya, dia berkata kepada biksu muda itu, "Saya melihat bahwa Anda telah menemukan apa yang sebenarnya membuat Anda marah dan Anda telah mengatasi itu."

Kebebasan sejati bukanlah memiliki kendali penuh atas pikiran kita tetapi dalam kemampuan untuk tidak terikat dengan apa pun yang terjadi di dalamnya.

Sumber bacaan: Don't Believe Everything You Think: Why Your Thinking Is the Beginning & End of Suffering" oleh Joseph Nguyen

Kenali Diri Anda Lebih Dalam, Temukan Potensi Terbaik Anda

Mari bergabung dengan komunitas kami untuk belajar, tumbuh, dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik. Psikonesia hadir untuk menjadi mitra dalam perjalanan Anda menuju kebahagiaan, kedamaian batin, dan pemulihan.

Saya Ingin Bergabung